Evaluasi Sebelum Devaluasi

|

Ditulis oleh putubuku di/pada Oktober 30, 2008

Tanpa harus menjadi nyinyir kita perlu mengakui bahwa eksistensi perpustakaan dan sistem informasi di masyarakat sangat rentan terhadap pertanyaan sinis: buat apa sih sebenarnya institusi-institusi itu? Pada umumnya orang awam lebih terkesima oleh gemerlap teknologi yang ada di institusi tersebut, dan hanya akan mengatakan bahwa perpustakaan atau sistem informasi bernilai sesuai nilai teknologi yang ada di dalamnya. Semakin baru teknologinya, semakin baik citra perpustakaan atau sistem informasi yang bersangkutan.

Stereotip yang mengecilkan hati itu sebenarnya cukup beralasan. Baik orang awam maupun kaum profesional sebenarnya sama-sama menemui kesulitan jika harus sungguh-sungguh memastikan: apa sebenarnya kegunaan dari membangun gedung penuh koleksi buku yang kita namakan perpustakaan itu? Bagaimana menentukan aspek mana dari perpustakaan itu yang sebenarnya berguna bagi suatu kegiatan tertentu. Apakah koleksinya mempengaruhi prestasi belajar? Apakah kinerja pustakawannya meringankan beban pengajar? Apakah tata-ruangnya membantu pengunjung tidur lebih nyenyak?

Serupa walau tak sama, orang juga sering bertanya: apa gunanya membangun sistem informasi yang begitu canggih di sebuah bank yang akhirnya bangkrut karena dikorupsi pemiliknya? Atau yang lebih seram: bagaimana sebuah sistem informasi yang konon mampu mencegah perang nuklir dapat meloloskan dua pesawat sipil untuk dihantamkan ke the Twin Tower?

Dari pertanyaan yang sepele sampai yang fundamental di atas muncullah motivasi untuk salah satu jenis penelitian paling populer di bidang informasi, yaitu penelitian evaluasi alias evaluation research. Penelitian jenis ini seringkali mengandung maksud meyakinkan orang lain maupun diri sendiri bahwa apa yang kita kerjakan memang patut dikerjakan. Khusus di bidang perpustakaan dan informasi, jenis penelitian ini amat populer. Tulisan Powell (2006) memaparkan berbagai variasi jenis penelitian ini dan membuat daftar berisi sedikitnya 10 alasan kuat untuk melakukan penelitian evaluasi. Selain untuk mendukung proses pengambilan keputusan di sebuah organisasi, penelitian evaluasi seringkali juga didorong oleh keinginan menghindari pengulangan kesalahan yang pernah dibuat, dan untuk meningkatkan citra di kalangan pengguna.

Mengutip berbagai pendapat, Powell mengungkapkan bahwa penelitian evaluasi sebenarnya bukanlah tujuan akhir dari sebuah proses perbaikan kinerja. Seringkali penelitian evaluasi justru menjadi awal dari berbagai penelitian berikutnya, termasuk penelitian operasi (operation research) dan uji-coba atau eksperimen. Pada umumnya penelitian evaluasi memang ingin menguji efektivitas dan efisiensi kerja sehingga sangat berurusan dengan pengukuran (measurement). Itu sebabnya penelitian evaluasi seringkali memakai pendekatan kuantitatif. Banyak pula penelitian evaluasi, –khususnya di bidang perpustakaan dan informasi– dimotivasi oleh keinginan mengukur kinerja (performance) dan kualitas jasa (service quality). Salah satu jenis penelitian ini yang amat populer adalah yang berbasis SERV-QUAL dan dimodifikasi untuk perpustakaan dengan nama LibQUAL. Silakan lihat situs tentang metode tersebut di sini: http://www.libqual.org/

Penggunaan standar kinerja dan benchmarking juga amat populer di bidang perpustakaan. Berbagai jenis perpustakaan menggunakan standar-standar yang dibuat oleh asosiasi profesi. Misalnya, untuk profesi pustakawan umum (public librarians) di Australia tersedia puluhan standar kinerja (lihat di sini http://www.alia.org.au/governance/committees/public.libraries/standards.html). Di situs mereka terdaftar sedikitnya ada 11 kategori standar, yaitu:

  1. Free access to information
  2. Information as a commodity
  3. Joint-use libraries
  4. Library and information sector: core knowledge, skills and attributes
  5. Library and information services appointments
  6. Libraries and privacy guidelines
  7. Non-standard employment
  8. Professional conduct
  9. Public library services
  10. Employer roles and responsibilities in education and professional development
  11. Senior library staff and information services appointments

Masing-masing dari 11 standar itu dapat menjadi landasan untuk melakukan penelitian evaluasi. Misalnya, standar tentang “information as a commodity” sangat bagus untuk melakukan evaluasi apakah sebuah perpustakaan umum sudah patut menjual informasi, dan kalau menjual berapa harga yang patut. Tentu saja ini semua memperhitungkan pula kenyataan bahwa perpustakaan umum adalah lembaga publik yang didanai pemerintah.

Untuk jenis penelitian evaluasi yang menggunakan standar, para peneliti perlu menyadari bahwa standar-standar tersebut sebenarnya cocok untuk konteks sosial-kultural masyarakat tertentu. Sebab itu, jika ingin mengadopsi sebuah standar untuk mengukur kinerja perpustakaan, seorang peneliti perlu memeriksa kecocokan konteks ini. Salah satu kelemahan penelitian evaluasi yang menggunakan standar dan pengukuran kuantitatif ini adalah pengabaian konteks. Maka dari itu sebuah penelitian evaluasi perlu membuka kemungkinan penggunaan metode kualitatif, dan ini bukan sesuatu yang di-”haram”-kan dalam penelitian evaluasi. Seringkali, metode kualitatif dipakai terlebih dahulu untuk membangun pemahaman tentang konteks sosial-budaya, sebelum kemudian membuat atau mengadopsi sebuah standar dari negara lain.

0 komentar:

Posting Komentar